Jakarta, 8 Oktober 2021 – Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU) memiiki
enam kelompok pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.
Selain itu, RUU HPP juga menyangkut tiga hal utama yaitu asas dari perturan perpajakan, tujuan, muatan isi
dan pemberlakuan. Tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan
ekonomi. “Pemulihan ekonomi dan mengembalikan pertumbuhan membutuhkan banyak sekali pemihakan
dan resources dan harus di design secara sangat hati-hati dan detail. Kita menggunakan semua hal
instrumen yang ada di dalam pemerintahan, APBN, perpajakan baik pajak dan bea cukai, PNBP, belanja
negara, belanja daerah,” jelas Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
Selanjutnya, Menkeu juga menyampaikan, “Kita juga ingin UU ini mengoptimalkan penerimaan negara,
mewujudkan sistem pajak yang berkeadilan dan memberikan kepastian hukum serta melaksanakan
reformasi, administrasi serta kebijakan perpajakan yang makin harmonis dan konsolidatif untuk memperluas
juga basis perpajakan kita di era globalisasi dan teknologi digital yang begitu sangat mendominasi. Dan
terakhir adalah dengan UU HPP, maka kita ingin terus meningkatkan sukarela kepatuhan wajib pajak”
Kelompok Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
- Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).
- Pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat
Pemberitahuan (SPT), selama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menyampaikan Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). - Sinkronisasi dengan Undang Undang Cipta Kerja dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan.Pengaturan asistensi penagihan pajak global.Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding
wajib pajak. - Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan
dengan proses keberatan atau banding. - Kuasa Wajib Pajak harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali Kuasa Wajib
Pajak yang merupakan suami, istri, keluarga sedarah, atau semenda sampai dengan derajat kedua.Sinergi antar instansi pemerintah untuk melakukan pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan
kerja sama.
Kelompok Pajak Penghasilan
- Pemberian dalam bentuk natura yang dapat dibiayakan.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00.
- Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.
- Pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.Penyempurnaan upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan international best practice.
- Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral.
- Perubahan lapisan dan tarif penghasilan kena pajak:
Kelompok Pajak Pertambahan Nilai
- Penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list) dan memindahkannya menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
- Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku 1 April 2022, kemudian menjadi 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
- Kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan tarif final untuk barang atau jasa kena pajak tertentu.
Kebijakan dalam Program Pengungkapan Sukarela
Kebijakan dalam Pengenaan Pajak Karbon
- Tarif pajak karbon ditetapkan Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e)
atau satuan yang setara dengan implementasi 1 April 2022 untuk badan yang bergerak di bidang
pembangkit listrik tenaga uap batu bara.
Terkait dengan perubahan pengaturan cukai, kewenangannya berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sumber :
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
Direktorat Jenderal Pajak